Dulu saat masih SD, SMP dan SMA guru Bahasa Indonesia sering memberikan tugas untuk "Mengarang Bebas". Temanya pun bebas. Mulailah, kita mengalir menulis sesuka hati dengan apapun. Ya mengalir saja, kalaupun ada sesuatu yang mau dikutip, dilihat buku, tulis isinya. Tapi kebanyakan, menulis mengalir terus, karena sebahagian pelajaran sudah ada di kepala, tinggal tuang ke buku.

Kemampuan kita saat itu untuk menuangkan ide-ide ke dalam sebuah tulisan, bisa dibilang lumayan, buktinya kita bisa menulis berlembar-lembar di kertas double folio. Ya meskipun dimulai dengan kalimat "pada suatu hari", tapi tak apalah, artinya kita sudah berhasil menuangkan pikiran kita sendiri ke tulisan, bukan pikiran orang lain.

Berbeda dengan kondisi saat ini, saat akses internet mudah didapat sampai di kampung tak berujung. Butuh artikel apapun ada dengan modal satu klik. Mau bikin ucapan lebaran saja kadang, nyari dulu di mbah google, biar kelihatan cemana gitu. Mau bikin makalah sekolah, cari juga, ambil tanpa edit. Di tingkat institusi pendidikan, kadang ada guru dan dosen yang mengecek plagiat/tidak. Tapi kebanyakan tidak.

Nah, disinilah masalahnya. Bagi guru seperti kita, pelan-pelan ajak guru lain dan siswa untuk percaya diri menuangkan ide dan pikiran sendiri, kalaupun mau mengutip ide orang lain, ya tuliskan referensinya. Hal ini untuk menghargai si empunya ide/pemikiran.

Saya tertarik bahas ini karena barusan lihat persoalan yang tengah dihadapi youtuber Rahmawati Kekeyi terkait lagu yang baru dirilisnya yang berjudul Keke Bukan Boneka, yang jadi trending nomor 1 di youtube.

Saya tidak ingin membahas sang youtuber Kekeyi, tapi lebih pada kasus plagiat, ya walaupun katanya Kekeyi tak bermaksud menjiplak. Saya juga tak membicarakan persoalan hukumnya. Namun saya lebih memandang etikanya.

Kenapa kok serumit itu hanya karena sebuah ucapan selamat lebaran misalnya? Saat kita copas ucapan lebaran milik orang lain. Ya, karena ide dan pemikiran orang juga harus dihargai, itu adalah kekayaan ilmu yang harus terus dijaga dan dihargai. Kecuali kita membubuhkan nama si empunya serta, hal itu tak jadi perkara.

Sisi lain, kita juga dilatih untuk menuangkan ide dan pemikiran sendiri, seperti dulu saat kita masih sekolah yang diberi tugas mengarang bebas. Mengarang bebaslah kita, tulislah semau kita, asal yang baik-baik, tumpahkan semuanya. Jika pun tak tahu tentang satu hal, boleh diklik dari gawai kita, namun seperti yang saya sampaikan tadi, bubuhkan nama pencetusnya, referenainya.

Sejelek apapun, percaya diri saja dengan yang kita buat. Daripada bahasanya keren dan hebat tapi dari hasil plagiat? Nanti malah diri kita yang jadi kena hujat.

Pelan-pelan mak, kita pede aja ya bikin tulisan sendiri, pendek-pendek saja juga gak apa-apa. Bikin status IG, Facebook, WhatsApp pakai tulisan sendiri, gak usah copy-copy dari orang lain. Gak keren juga gak apa-apalah. Terus, artikel yang ada kita klik juga, tapi untuk dibaca-baca saja. Biar nambah juga bacaan kita.

Plagiarisme? Jauh-jauhlah ya.